Analisis Perbandingan Pemberlakuan Bentuk
Pemerintahan
Daerah Berbasis Daerah Otonom (Local Self-Government) dan Wilayah Administrasi (Local State-Government) di Indonesia
Satryo Sasono
Fakultas Hukum
UNS Surakarta
2020
A.
Sistem Pemerintahan Daerah Otonom (Local Self-Government)
Local self-government dalam arti pertama menunjuk pada lembaga atau organnya. Maksudnya local government adalah organ/badan/organisasi pemerintah di tingkat daerah. Dengan kata lain, local government adalah wadah yang menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di daerah. Dalam arti ini, istilah local government sering dipertukarkan dengan istilah local authority (UN: 1961). Baik local government maupun local authority, keduanya menunjuk pada council dan major (dewan dan kepala daerah) yang rekrutmen pejabatnya atas dasar pemilihan. Local government dalam arti kedua menunjuk pada fungsi/kegiatannya.
Dalam arti ini, local government sama dengan
pemerintahan daerah, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Nah,
dengan pengertian ini, kami harap Anda dapat membedakan antara pengertian
pemerintah daerah dan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah menunjuk pada
organ, sedangkan pemerintahan daerah menunjuk pada kegiatannya. Local
government baik dalam pengertian sebagai organ maupun fungsi tidak sama
dengan pemerintah pusat yang mencakup fungsi legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Pada local government, hampir tidak terdapat cabang dan
fungsi yudikatif (Antoft dan Novack, 1998).
Definisi yang diberikan oleh The United Nations Division of Public Administration, yaitu subdivisi
politik nasional yang diatur oleh hukum dan secara substansial mempunyai
kontrol atas urusan-urusan lokal, termasuk kekuasaan untuk memungut pajak atau
memecat pegawai untuk tujuan tertentu. Badan pemerintah ini secara keseluruhan
dipilih atau ditunjuk secara lokal (United Nations, 1961: 11). Dalam pengertian
ini, local government memiliki otonomi (lokal) dalam arti self-government,
yaitu mempunyai kewenangan mengatur (rules making = regeling)
dan mengurus (rules aplication = bestuur) kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri. Dalam istilah administrasi publik,
masing-masing wewenang tersebut lazim disebut wewenang membentuk kebijakan (policy
making) dan wewenang melaksanakan kebijakan (policy executing)
(Bhenyamin Hoessein, 2002). Mengatur merupakan perbuatan menciptakan norma
hukum yang berlaku umum. Dalam konteks otonomi daerah, norma hukum tertuang
dalam peraturan daerah dan peraturan KDH yang bersifat pengaturan. Adapun mengurus
merupakan perbuatan yang menerapkan norma hukum yang berlaku umum pada situasi
konkret dan individual (beschikking) atau perbuatan material berupa
pelayanan dan pembangunan objek tertentu (Bhenyamin Hoessein, 2002). Hal inilah
yang disebut dengan otonomi daerah, yaitu dimilikinya daerah otonom yang
mengatur dan mengurus urusan lokal yang menjadi kewenangannya. Namun demikian,
menurut Harris, pemerintahan daerah (local self-government) adalah
pemerintahan yang diselenggarakan oleh badan-badan daerah yang dipilih secara
bebas dengan tetap mengakui supremasi pemerintahan nasional. Pemerintahan ini diberi
kekuasaan, diskresi (kebebasan mengambil kebijakan), dan tanggung jawab tanpa
dikontrol oleh kekuasaan yang lebih tinggi.
De Guzman dan Taples menyebutkan unsur-unsur
pemerintahan daerah sebagai berikut :
1.
Pemerintahan
daerah adalah subdivisi politik dari kedaulatan bangsa atau negara.
2.
Pemerintahan
daerah diatur oleh hukum.
3.
Pemerintahan daerah
mempunyai badan pemerintahan yang dipilih oleh penduduk setempat.
4.
Pemerintahan
daerah menyelenggarakan kegiatan berdasarkan peraturan perundangan.
5.
Pemerintahan
daerah memberikan pelayanan dalam wilayah yurisdiksinya.
Oleh karena itu,
hubungan pemerintah daerah satu dengan pemerintah daerah lainnya tidak bersifat
hierarkis, tetapi sebagai sesama badan publik. Demikian pula hubungan antara
pemerintah daerah dan pemerintah pusat: hubungan sesama organisasi publik.
Harus diingat bahwa sekalipun hubungan antara pemerintah daerah dan pemerintah
pusat merupakan hubungan antarorganisasi, tetapi keberadaannya merupakan
subordinat dan dependen terhadap pemerintah pusat (Bhenyamin Hoessein, 2001).
Pertanyaan
selanjutnya adalah seberapa besar batas kepentingan masyarakat yang dapat
diatur dan diurus oleh kesatuan masyarakat hukum yang bersangkutan. The Liang Gie (1958: 30) menjelaskan
bahwa isi dan luas rumah tangga dapat dilihat dalam tiga bentuk berikut :
1.
Rumah tangga
materiel (materiele huishoudingsbegrip): pembagian kewenangan secara
teperinci antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang diatur dalam
undang-undang pembentukannya. Maksudnya kewenangan itu terdiri atas urusan a,
b, c, d, dan seterusnya. Kewenangan-kewenangan tersebut lalu dibagi secara tegas
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Misalnya, kewenangan untuk
mengurus a dan b merupakan kewenangan pemerintah pusat dan kewenangan untuk
mengurus c, serta d merupakan kewenangan pemerintah daerah.
2.
Rumah tangga
formal (formale houshoudingsbegrip):
pembagian tugas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atas dasar
pertimbangan rasional dan praktis. Di sini, tidak ada perbedaan yang tegas
antara apa yang menjadi kewenangan pusat dan daerah. Daerah diserahi
urusanurusan tertentu oleh pusat, bukan karena secara materiel urusan-urusan
tersebut harus diserahkan, tetapi karena diyakini bahwa urusan-urusan yang
diserahkan tersebut akan lebih efektif dan efisien jika diselenggarakan oleh
pemerintah daerah. Jadi, urusan-urusan rumah tangga tidak diperinci secara
nominatif dalam undang-undang pembentukannya, tetapi ditentukan dalam rumusan
umum. Rumusan umum ini hanya mengandung prinsip-prinsipnya, sedangkan
pengaturan selanjutnya diserahkan kepada prakarsa daerah yang bersangkutan.
Lalu, bagaimana menentukan urusan pusat dan urusan daerah? Masalah ini
diserahkan sepenuhnya kepada prakarsa dan inisiatif daerah. Di sini, pemerintah
daerah memiliki keleluasaan gerak (vrije taak) untuk mengambil inisiatif,
memilih alternatif, dan mengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut
kepentingan daerahnya. Namun, semuanya tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
3.
Rumah tangga
riil (reel houshoudingsbegrip):
ajaran ini merupakan jalan tengah antara ajaran rumah tangga materiel dan rumah
tangga formal. Rumah tangga riil berangkat dari konsepsi bahwa pelimpahan
wewenang kepada daerah harus didasarkan pada faktor-faktor riil di daerah,
seperti kemampuan daerah, potensi alam, dan keadaan penduduk. Dalam ajaran ini,
dikenal adanya kebijakan pemberian urusan pangkal dan urusan tambahan.
Maksudnya, pada saat pembentukannya, undang-undang yang mengaturnya telah
mencantumkan beberapa urusan rumah tangga yang merupakan urusan pangkal/pokok
sebagai modal awal disertai segala atribut, wewenang, personal, perlengkapan,
dan pembiayaan. Kemudian, sejalan dengan kemampuan dan kesanggupan serta
perkembangan daerah yang bersangkutan secara bertahap, urusan-urusan tersebut
dapat ditambah.
B.
Sistem Local
State-Government (Wilayah Administrasi)
Local
state government adalah unit organisasi pemerintahan wilayah, unit
organisasi pemerintahan di daerah yang dibentuk berdasarkan asas dekonsentrasi.
Pemerintahan wilayah atau pemerintahan administratif dibentuk untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintah pusat di
daerah. Tidak semua urusan pemerintah pusat itu dapat ditangani secara langsung
oleh pemerintah pusat secara efisien dan efektif. Untuk itu, dibentuklah
pemerintahan wilayah yang tujuannya untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
tertentu yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah.
Local
state government atau
pemerintahan wilayah bertugas hanya untuk menyelenggarakan instruksi-instruksi,
arahan, petunjuk-petunjuk dan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat.
Pemerintahan wilayah itu diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah
pusat di wilayah negara yang sangat luas dengan kondisi komunikasi yang tidak lancar
serta mengakibatkan sulitnya komunikasi langsung antara pemerintah dengan
masyarakat. Komunikasi sosial merupakan suatu hal yang sama pentingnya dengan
komunikasi fisik. Banyak pelayanan yang harus diberikan oleh pemerintah itu
ditentukan oleh seberapa jauh hubungan face
to face antara pejabat pemerintah pemberi pelayanan dengan masyarakat denga
tujuan untuk menjelaskan kebijakan pemerintah dan untuk memperoleh respons dari
anggota masyarakat secara langsung. Pentingnya pemerintahan
Pada zaman Orde Baru, terdapat wilayah
administrasi provinsi, kabupaten/kota madya, kota administratif, kecamatan, dan
kelurahan. Keberadaan wilayah administrasi adalah akibat diterapkannya asas
dekonsentrasi. Sebelumnya, telah dijelaskan bahwa dekonsentrasi adalah
pelimpahan sebagian wewenang pejabat tingkat pusat kepada pejabatnya di wilayah
negara. Oleh karena itu, di daerah terdapat suatu wilayah yang merupakan
wilayah kerja pejabat yang menerima sebagian wewenang dari pejabat pusat
tersebut. Wilayah kerja untuk pejabat pusat yang berada di daerah ini disebut
wilayah administrasi. Sehingga, wilayah administrasi adalah wilayah kerja
pejabat pusat yang menyelenggarakan kebijakan administrasi di daerah sebagai
wakil dari pemerintah pusat.
Wilayah
administrasi terbentuk akibat diterapkannya dekonsentrasi. Berdasarkan asas
dekonsentrasi, menteri atau pejabat pusat menempatkan pejabatnya di daerah
dengan wilayah kerja tertentu. Di wilayah kerja tertentu,
pejabat pusat yang ditempatkan di daerah inilah yang
disebut wilayah administrasi. Dengan kata lain, wilayah administrasi adalah
wilayah atau daerah kerja pejabat pemerintah pusat yang ditempatkan di beberapa
wilayah negara di luar kantor pusatnya. Misalnya, pada zaman Belanda sampai
dengan awal tahun 1960-an, ada pejabat yang namanya residen, wedana, dan camat.
Baik residen, wedana, maupun camat adalah pejabat pusat yang ditempatkan di daerah
kerja/wilayah administrasi keresidenan, kawedanan, dan kecamatan.
Daerah atau wilayah yang merupakan daerah
kerja administrasi residen, wedana, dan camat seperti itu disebut
daerah/wilayah administrasi. Pada masa Orde Baru, daerah atau wilayah
administrasi zaman Orde Lama yang masih eksis adalah kecamatan, sedangkan
daerah lain, yaitu provinsi dan kabupaten/kota madya berstatus campuran antara
wilayah administrasi dan daerah otonom.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar