Jumat, 15 Mei 2020

Daerah Otonom (Local Self-Government) dan Wilayah Administrasi (Local State-Government) di Indonesia

Analisis Perbandingan Pemberlakuan Bentuk Pemerintahan

 Daerah Berbasis Daerah Otonom (Local Self-Government) dan Wilayah Administrasi (Local State-Government) di Indonesia

Satryo Sasono

Fakultas Hukum UNS Surakarta

2020


A.      Sistem Pemerintahan Daerah Otonom (Local Self-Government)

Local self-government dalam arti pertama menunjuk pada lembaga atau organnya. Maksudnya local government adalah organ/badan/organisasi pemerintah di tingkat daerah. Dengan kata lain, local government adalah wadah yang menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di daerah. Dalam arti ini, istilah local government sering dipertukarkan dengan istilah local authority (UN: 1961). Baik local government maupun local authority, keduanya menunjuk pada council dan major (dewan dan kepala daerah) yang rekrutmen pejabatnya atas dasar pemilihan. Local government dalam arti kedua menunjuk pada fungsi/kegiatannya.

Dalam arti ini, local government sama dengan pemerintahan daerah, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Nah, dengan pengertian ini, kami harap Anda dapat membedakan antara pengertian pemerintah daerah dan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah menunjuk pada organ, sedangkan pemerintahan daerah menunjuk pada kegiatannya. Local government baik dalam pengertian sebagai organ maupun fungsi tidak sama dengan pemerintah pusat yang mencakup fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pada local government, hampir tidak terdapat cabang dan fungsi yudikatif (Antoft dan Novack, 1998).

Definisi yang diberikan oleh The United Nations Division of Public Administration, yaitu subdivisi politik nasional yang diatur oleh hukum dan secara substansial mempunyai kontrol atas urusan-urusan lokal, termasuk kekuasaan untuk memungut pajak atau memecat pegawai untuk tujuan tertentu. Badan pemerintah ini secara keseluruhan dipilih atau ditunjuk secara lokal (United Nations, 1961: 11). Dalam pengertian ini, local government memiliki otonomi (lokal) dalam arti self-government, yaitu mempunyai kewenangan mengatur (rules making = regeling) dan mengurus (rules aplication = bestuur) kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri. Dalam istilah administrasi publik, masing-masing wewenang tersebut lazim disebut wewenang membentuk kebijakan (policy making) dan wewenang melaksanakan kebijakan (policy executing) (Bhenyamin Hoessein, 2002). Mengatur merupakan perbuatan menciptakan norma hukum yang berlaku umum. Dalam konteks otonomi daerah, norma hukum tertuang dalam peraturan daerah dan peraturan KDH yang bersifat pengaturan. Adapun mengurus merupakan perbuatan yang menerapkan norma hukum yang berlaku umum pada situasi konkret dan individual (beschikking) atau perbuatan material berupa pelayanan dan pembangunan objek tertentu (Bhenyamin Hoessein, 2002). Hal inilah yang disebut dengan otonomi daerah, yaitu dimilikinya daerah otonom yang mengatur dan mengurus urusan lokal yang menjadi kewenangannya. Namun demikian, menurut Harris, pemerintahan daerah (local self-government) adalah pemerintahan yang diselenggarakan oleh badan-badan daerah yang dipilih secara bebas dengan tetap mengakui supremasi pemerintahan nasional. Pemerintahan ini diberi kekuasaan, diskresi (kebebasan mengambil kebijakan), dan tanggung jawab tanpa dikontrol oleh kekuasaan yang lebih tinggi.

De Guzman dan Taples menyebutkan unsur-unsur pemerintahan daerah sebagai berikut :

1.         Pemerintahan daerah adalah subdivisi politik dari kedaulatan bangsa atau negara.

2.         Pemerintahan daerah diatur oleh hukum.

3.         Pemerintahan daerah mempunyai badan pemerintahan yang dipilih oleh penduduk setempat.

4.         Pemerintahan daerah menyelenggarakan kegiatan berdasarkan peraturan perundangan.

5.              Pemerintahan daerah memberikan pelayanan dalam wilayah yurisdiksinya.

Oleh karena itu, hubungan pemerintah daerah satu dengan pemerintah daerah lainnya tidak bersifat hierarkis, tetapi sebagai sesama badan publik. Demikian pula hubungan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat: hubungan sesama organisasi publik. Harus diingat bahwa sekalipun hubungan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat merupakan hubungan antarorganisasi, tetapi keberadaannya merupakan subordinat dan dependen terhadap pemerintah pusat (Bhenyamin Hoessein, 2001).

Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar batas kepentingan masyarakat yang dapat diatur dan diurus oleh kesatuan masyarakat hukum yang bersangkutan. The Liang Gie (1958: 30) menjelaskan bahwa isi dan luas rumah tangga dapat dilihat dalam tiga bentuk berikut :

1.         Rumah tangga materiel (materiele huishoudingsbegrip): pembagian kewenangan secara teperinci antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang pembentukannya. Maksudnya kewenangan itu terdiri atas urusan a, b, c, d, dan seterusnya. Kewenangan-kewenangan tersebut lalu dibagi secara tegas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Misalnya, kewenangan untuk mengurus a dan b merupakan kewenangan pemerintah pusat dan kewenangan untuk mengurus c, serta d merupakan kewenangan pemerintah daerah.

2.         Rumah tangga formal (formale houshoudingsbegrip): pembagian tugas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atas dasar pertimbangan rasional dan praktis. Di sini, tidak ada perbedaan yang tegas antara apa yang menjadi kewenangan pusat dan daerah. Daerah diserahi urusanurusan tertentu oleh pusat, bukan karena secara materiel urusan-urusan tersebut harus diserahkan, tetapi karena diyakini bahwa urusan-urusan yang diserahkan tersebut akan lebih efektif dan efisien jika diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Jadi, urusan-urusan rumah tangga tidak diperinci secara nominatif dalam undang-undang pembentukannya, tetapi ditentukan dalam rumusan umum. Rumusan umum ini hanya mengandung prinsip-prinsipnya, sedangkan pengaturan selanjutnya diserahkan kepada prakarsa daerah yang bersangkutan. Lalu, bagaimana menentukan urusan pusat dan urusan daerah? Masalah ini diserahkan sepenuhnya kepada prakarsa dan inisiatif daerah. Di sini, pemerintah daerah memiliki keleluasaan gerak (vrije taak) untuk mengambil inisiatif, memilih alternatif, dan mengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan daerahnya. Namun, semuanya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

3.         Rumah tangga riil (reel houshoudingsbegrip): ajaran ini merupakan jalan tengah antara ajaran rumah tangga materiel dan rumah tangga formal. Rumah tangga riil berangkat dari konsepsi bahwa pelimpahan wewenang kepada daerah harus didasarkan pada faktor-faktor riil di daerah, seperti kemampuan daerah, potensi alam, dan keadaan penduduk. Dalam ajaran ini, dikenal adanya kebijakan pemberian urusan pangkal dan urusan tambahan. Maksudnya, pada saat pembentukannya, undang-undang yang mengaturnya telah mencantumkan beberapa urusan rumah tangga yang merupakan urusan pangkal/pokok sebagai modal awal disertai segala atribut, wewenang, personal, perlengkapan, dan pembiayaan. Kemudian, sejalan dengan kemampuan dan kesanggupan serta perkembangan daerah yang bersangkutan secara bertahap, urusan-urusan tersebut dapat ditambah.

 

B.       Sistem Local State-Government (Wilayah Administrasi)

     Local state government adalah unit organisasi pemerintahan wilayah, unit organisasi pemerintahan di daerah yang dibentuk berdasarkan asas dekonsentrasi. Pemerintahan wilayah atau pemerintahan administratif dibentuk untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintah pusat di daerah. Tidak semua urusan pemerintah pusat itu dapat ditangani secara langsung oleh pemerintah pusat secara efisien dan efektif. Untuk itu, dibentuklah pemerintahan wilayah yang tujuannya untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah.

     Local state government atau pemerintahan wilayah bertugas hanya untuk menyelenggarakan instruksi-instruksi, arahan, petunjuk-petunjuk dan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat. Pemerintahan wilayah itu diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah pusat di wilayah negara yang sangat luas dengan kondisi komunikasi yang tidak lancar serta mengakibatkan sulitnya komunikasi langsung antara pemerintah dengan masyarakat. Komunikasi sosial merupakan suatu hal yang sama pentingnya dengan komunikasi fisik. Banyak pelayanan yang harus diberikan oleh pemerintah itu ditentukan oleh seberapa jauh hubungan face to face antara pejabat pemerintah pemberi pelayanan dengan masyarakat denga tujuan untuk menjelaskan kebijakan pemerintah dan untuk memperoleh respons dari anggota masyarakat secara langsung. Pentingnya pemerintahan

     Pada zaman Orde Baru, terdapat wilayah administrasi provinsi, kabupaten/kota madya, kota administratif, kecamatan, dan kelurahan. Keberadaan wilayah administrasi adalah akibat diterapkannya asas dekonsentrasi. Sebelumnya, telah dijelaskan bahwa dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian wewenang pejabat tingkat pusat kepada pejabatnya di wilayah negara. Oleh karena itu, di daerah terdapat suatu wilayah yang merupakan wilayah kerja pejabat yang menerima sebagian wewenang dari pejabat pusat tersebut. Wilayah kerja untuk pejabat pusat yang berada di daerah ini disebut wilayah administrasi. Sehingga, wilayah administrasi adalah wilayah kerja pejabat pusat yang menyelenggarakan kebijakan administrasi di daerah sebagai wakil dari pemerintah pusat.

     Wilayah administrasi terbentuk akibat diterapkannya dekonsentrasi. Berdasarkan asas dekonsentrasi, menteri atau pejabat pusat menempatkan pejabatnya di daerah dengan wilayah kerja tertentu. Di wilayah kerja tertentu,

pejabat pusat yang ditempatkan di daerah inilah yang disebut wilayah administrasi. Dengan kata lain, wilayah administrasi adalah wilayah atau daerah kerja pejabat pemerintah pusat yang ditempatkan di beberapa wilayah negara di luar kantor pusatnya. Misalnya, pada zaman Belanda sampai dengan awal tahun 1960-an, ada pejabat yang namanya residen, wedana, dan camat. Baik residen, wedana, maupun camat adalah pejabat pusat yang ditempatkan di daerah kerja/wilayah administrasi keresidenan, kawedanan, dan kecamatan.

     Daerah atau wilayah yang merupakan daerah kerja administrasi residen, wedana, dan camat seperti itu disebut daerah/wilayah administrasi. Pada masa Orde Baru, daerah atau wilayah administrasi zaman Orde Lama yang masih eksis adalah kecamatan, sedangkan daerah lain, yaitu provinsi dan kabupaten/kota madya berstatus campuran antara wilayah administrasi dan daerah otonom.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perbandingan Sistem Ekonomi

  “SISTEM EKONOMI ISLAM DALAM PERBANDINGAN  DENGAN EKONOMI KAPITALIS DAN SOSIALIS” Satryo Sasono 1 1.     Sistem Ekonomi Kapitalis Sis...