Rabu, 03 Juni 2020

COVID-19 DALAM DUNIA PERBANKAN : “DISKURSUS PENGENAAN FORCE MAJEURE DALAM KONTRAK KREDIT TERHADAP PEMENUHAN PRESTASI DIMASA PANDEMI”

Satryo Sasono

Fakultas Hukum UNS

Pandemi Covid-19 yang terjadi diseluruh dunia tidak terkecuali di Indonesia membawa dampak yang tidak hanya bagi kehidupan namun termasuk juga dalam hal kegiatan perbankan. Salah satunya terkait menerjemahkan sejauh apa kondisi Covid-19 ini bisa dianggap sebagai force majeure yang dapat mempengaruhi Kontrak Kredit (bagi debitur-kreditur). Permasalahan pertama yang muncul yakni terkait covid-19 yang dikatakan sebagai kondisi force majeure, untuk menjawab persoalan ini perlu dirasa untuk menguraikan terlebih dahulu unsur-unsur keadaan memaksa (force majeure) sebagaimana diatur dalam Pasal 1244 KUHPerdata, Pasal 1245 KUHPerdata, Pasal 1444 KUHPerdata dan Pasal 1445 KUHPerdata :

1.    Peristiwa yang tidak terduga

2.    Tidak ada itikad buruk dari debitur

3.    Keadaan tidak menghalangi debitur berprestasi

4.    Kejadian tersebut tidak dapat dihindari oleh siapapun

5.    Debitur tidak terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian

Berdasarkan unsur force majeur tersebut dapat diketahui bahwa pandemic covid-19 yang terjadi saat ini, memang membuat debitur terhalang dalam menjalankan prestasinya. Namun ada juga debitur yang tidak terhalang untuk melaksanakan kewajiban kontraktualnya. Artinya, force majeur dalam artian covid-19 dianggap bersifat relative. Pemenuhan prestasi dari kontrak tersebut tidak mungkin dilakukan tetapi hanya untuk sementara waktu. Terhalangnya kewajiban debitur tidak bersifat permanen, melainkan hanya bersifat sementara waktu saja selama terjadinya covid-19. Kecuali memang terjadi suatu kondisi yang dinamakan force majeur yang absolut, sampai kapanpun tidak lagi memungkinkan suatu prestasi dapat dilakukan lagi.

Kemudian, membahas terkait kekuatan hokum Keputusan Presiden No.12 Tahun 2020, meskipun di Indonesia belum terdapat pengaturan mengenai doktrin perubahan keadaan atau keadaan sulit, akan tetapi renegosiasi kontrak disebabkan adanya wabah Covid-19 yang menjadi bencana nasional tetap dapat dilakukan. Hal ini disebabkan adanya kewajiban para pihak untuk melaksanakan perjanjian berdasarkan prinsip iktikad baik sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata.

Terhadap kontrak yang dibuat sebelum Covid-19 ini menyebar di Indonesia, sehingga terhalangannya prestasi untuk dipenuhi. Apabila para pihak sudah mengatur klausul terkait wabah penyakit pandemic atau wabah di dalam kontraknya, maka berlakulah ketentuan itu sebagai undang-undang. Namun, jika klasulnya tidak mengatur force majeure, atau dalam klausul force majeure tidak menyisipkan kriteria dari asas rebus sic stantibus atau hardship maka kembali kepada ketentuan undang-undang atau kepatutan.

Prinsip iktikad baik menghendaki adanya pelaksanaan perjanjian secara layak dan patut (reasonableness and fairness). Adalah tidak layak dan patut apabila perjanjian tetap dituntut pelaksanaannya dalam hal terjadi perubahan keadaan atau keadaan sulit sehingga sangat memberatkan salah satu pihak dalam perjanjian. Pihak yang dirugikan berhak menuntut penyesuaian syarat-syarat kontrak atau perjanjian guna menyesuaikan dengan keadaan yang baru.

Dalam kaitannya dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menanggulangi wabah Covid-19, umumnya prestasi dalam perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan sehingga tidak masuk dalam kategori keadaan memaksa (force majeure). Namun demikian, pelaksanaan perjanjian tidak patut untuk dituntut pelaksanaannya tanpa adanya penyesuaian syarat-syarat perjanjian. Oleh karenanya, para pihak perlu melakukan renegosiasi guna menyesuaikan syarat-syarat perjanjian dengan keadaan yang baru sehingga tidak merugikan salah satu pihak dalam perjanjian.

Kemudian, dengan pembayaran kredit misalnya, perlu dilakukan penjadwalan ulang terhadap pihak-pihak yang terkena dampak dari adanya pembatasan sosial bersekala besar yang disebabkan adanya bencana wabah Covid-19.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perbandingan Sistem Ekonomi

  “SISTEM EKONOMI ISLAM DALAM PERBANDINGAN  DENGAN EKONOMI KAPITALIS DAN SOSIALIS” Satryo Sasono 1 1.     Sistem Ekonomi Kapitalis Sis...