“Suara Anak,
Suara Rakyat”
Oleh : Satryo
Sasono
Peringatan Hari Anak Internasional yang
jatuh pada Selasa, 20 November 2018 yang lalu merupakan sebuah momentum dimana
bentuk dan arah demokrasi Indonesia kembali menjadi perbincangan hangat terkait
partisipasi anak dalam proses pembangunan di Indonesia. Hal ini mengingat bahwa
penduduk usia anak yang berumur 1-18 tahun menempati posisi strategis sebanyak
22 juta orang di Indonesia. Saat ini pemerintah mulai responsif terhadap suara
anak melalui Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia saat ini sedang gencar menjalankan sebuah program yang bertujuan menyerap
aspirasi dan partisipasi anak melalui Kota Layak Anak (KLA) yang setiap tahun dilakukan
evaluasi dan penilaian.
“Negara memiliki kewajiban untuk
melindungi dan mendengarkan setiap suara anak sebagai wujud bahwa negara
mengakui keberadaan mereka,” ujar Yohana Yambise saat memberikan sambutan
peringatan Hari Anak Internasional di Jakarta.
Salah satu yang menjadi indikator
terwujudnya Kota Layak Anak sebagai upaya menyerap suara anak adalah
ketersediaan ruang partisipasi anak dalam pembangunan. Hal ini menjadi sebuah
kunci dari aplikasi hak sipil dan kebebasan anak yang dimanatkan dalam Konvensi
Hak Anak. Keterlibatan anak dalam proses pembangunan telah diatur dalam Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 03 Tahun 2011
tentang Kebijakan Partisipasi Anak dalam Pembangunan yang menyebutkan “Partisipasi Anak adalah keterlibatan anak
dalam proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan dirinya dan dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman, serta kemauan
bersama sehingga anak dapat menikmati hasil atau mendapatkan manfaat dari
keputusan tersebut”.
Dewasa ini, dalam pembangunan pemenuhan
hak anak masih sering terabaikan karena politik orang dewasa masih menjadi isu
yang menarik untuk dibahas lebih lanjut. Anak-anak masih sering dianggap
sebagai milik orang tua sehingga aspirasi dan pendapat anak masih kurang
didengar. Memang konsep hak partisipasi anak masih menjadi sebuah ambiguitas
yang belum dapat dipahami sepenuhnya oleh pemerintah daerah dalam kaitannya
penyusunan program pembangunan.
Arah kebijakan pembangunan sering kali
ditujukan untuk memaksimalkan keuntungan ekonomi, kerap mengabaikan hak-hak
anak untuk mendapatkan ruang yang luas untuk beraktivitas, memiliki lingkungan
yang bersih dan berjalan-jalan dengan aman di sekitar lingkungan mereka. Oleh
karena itu program Kota Layak Anak (KLA) selayaknya wajib menghadirkan sistem
pembangunan yang berbasis anak melalui pengintegrasian komitmen sumber daya
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.
Keberadaan Forum Anak di setiap daerah
di Indonesia merupakan sebuah wadah partisipasi anak yang juga memiliki andil
yang besar dalam pembangunan generasi emas bangsa melalui kegiatan-kegiatan
positif. Dimulai dari forum inilah suara anak dikumpulkan dan disampaikan
nantinya di MUSRENBANG (Musyawarah Rencana Pembangunan) baik di tingkat
kabupaten maupun provinsi. Namun, permasalahan lain yang justru timbul ketika
perwakilan dari anak menyampaikan aspirasi mereka ketika Musrenbang adalah
pemerintah telah menyelesaikan rencana anggaran mereka tanpa memasukkan
pendapat dari Forum Anak.
Pemerintah daerah masih belum sepenuhnya
paham bahwa harapan dari disampaikannya aspirasi anak dalam musrenbang yakni
program mereka mampu diakui secara resmi dan bukan sekedar didengar dan
diperhatikan. Akhirnya, program peningkatan kapasitas anak oleh Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terhadap Forum Anak di Indonesia
dianggap sebagai formalitas semata. Sudut pandang pemerintah yang menganggap
bahwa anak belum mengerti tentang pembangunan serta rendahnya kapasitas anak
merupakan sesuatu yang wajib dikoreksi. Setiap tahun Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak di setiap daerah menganggarkan tak kurang dari
40 juta rupiah untuk program peningkatan kapasitas dan peran gender bagi forum
anak dengan harapan mereka mampu dan sanggup menjadi anak yang kritis dalam
menyampaikan pendapat mereka di hadapan para birokrat.
Ketika keberadaan Forum Anak dalam
perencanaan pembangunan merupakan sebuah langkah substantif pemerintah untuk
mendengarkan suara mereka, yang tak kalah penting adalah hadirnya peraturan
perundang-undangan yang ramah anak dimana harus mulai ditegaskan bahwa anak
bukan dijadikan korban pembangunan melainkan indikator pencapaian keberhasilan
dari keberadaan program-program pembangunan pemerintah. Orientasi keterlibatan
untuk semua termasuk akses informasi yang layak gencar disampaikan oleh Forum
Anak setiap menyampaikan pendapat dan aspirasi mereka.
Sejalan dengan pendapat Karen Malone,
Ketua Layak Anak Jaringan Asia Pasifik menyampaikan bahwa melibatkan anak dalam
penyusunan program pemerintah sangat penting bagi orang dewasa untuk mempunyai
pandangan yang sama bahwa anak mempunyai kompetensi dan kapasitas untuk
berkontribusi pada tataran kebijakan maupun praktik untuk memastikan
terpenuhinya kebutuhan anak dan lingkungan yang berkualitas tercipta sesuai
perspektif mereka.
Forum Anak sebagai sebuah wadah
partisipasi suara anak di Indonesia membutuhkan perhatian dari pemerintah baik
dari segi material maupun dukungan lainnya sehingga keterlibatan anak dalam
proses pembangunan mampu terserap dengan baik dan mewujudkan Indonesia yang
Layak Anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar