Minggu, 09 Desember 2018


“Suara Anak, Suara Rakyat”
Oleh : Satryo Sasono
Peringatan Hari Anak Internasional yang jatuh pada Selasa, 20 November 2018 yang lalu merupakan sebuah momentum dimana bentuk dan arah demokrasi Indonesia kembali menjadi perbincangan hangat terkait partisipasi anak dalam proses pembangunan di Indonesia. Hal ini mengingat bahwa penduduk usia anak yang berumur 1-18 tahun menempati posisi strategis sebanyak 22 juta orang di Indonesia. Saat ini pemerintah mulai responsif terhadap suara anak melalui Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia saat ini sedang gencar menjalankan sebuah program yang bertujuan menyerap aspirasi dan partisipasi anak melalui Kota Layak Anak (KLA) yang setiap tahun dilakukan evaluasi dan penilaian.

“Negara memiliki kewajiban untuk melindungi dan mendengarkan setiap suara anak sebagai wujud bahwa negara mengakui keberadaan mereka,” ujar Yohana Yambise saat memberikan sambutan peringatan Hari Anak Internasional di Jakarta.
Salah satu yang menjadi indikator terwujudnya Kota Layak Anak sebagai upaya menyerap suara anak adalah ketersediaan ruang partisipasi anak dalam pembangunan. Hal ini menjadi sebuah kunci dari aplikasi hak sipil dan kebebasan anak yang dimanatkan dalam Konvensi Hak Anak. Keterlibatan anak dalam proses pembangunan telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 03 Tahun 2011 tentang Kebijakan Partisipasi Anak dalam Pembangunan yang menyebutkan “Partisipasi Anak adalah keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya dan dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman, serta kemauan bersama sehingga anak dapat menikmati hasil atau mendapatkan manfaat dari keputusan tersebut”.
Dewasa ini, dalam pembangunan pemenuhan hak anak masih sering terabaikan karena politik orang dewasa masih menjadi isu yang menarik untuk dibahas lebih lanjut. Anak-anak masih sering dianggap sebagai milik orang tua sehingga aspirasi dan pendapat anak masih kurang didengar. Memang konsep hak partisipasi anak masih menjadi sebuah ambiguitas yang belum dapat dipahami sepenuhnya oleh pemerintah daerah dalam kaitannya penyusunan program pembangunan.
Arah kebijakan pembangunan sering kali ditujukan untuk memaksimalkan keuntungan ekonomi, kerap mengabaikan hak-hak anak untuk mendapatkan ruang yang luas untuk beraktivitas, memiliki lingkungan yang bersih dan berjalan-jalan dengan aman di sekitar lingkungan mereka. Oleh karena itu program Kota Layak Anak (KLA) selayaknya wajib menghadirkan sistem pembangunan yang berbasis anak melalui pengintegrasian komitmen sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.
Keberadaan Forum Anak di setiap daerah di Indonesia merupakan sebuah wadah partisipasi anak yang juga memiliki andil yang besar dalam pembangunan generasi emas bangsa melalui kegiatan-kegiatan positif. Dimulai dari forum inilah suara anak dikumpulkan dan disampaikan nantinya di MUSRENBANG (Musyawarah Rencana Pembangunan) baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Namun, permasalahan lain yang justru timbul ketika perwakilan dari anak menyampaikan aspirasi mereka ketika Musrenbang adalah pemerintah telah menyelesaikan rencana anggaran mereka tanpa memasukkan pendapat dari Forum Anak.
Pemerintah daerah masih belum sepenuhnya paham bahwa harapan dari disampaikannya aspirasi anak dalam musrenbang yakni program mereka mampu diakui secara resmi dan bukan sekedar didengar dan diperhatikan. Akhirnya, program peningkatan kapasitas anak oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terhadap Forum Anak di Indonesia dianggap sebagai formalitas semata. Sudut pandang pemerintah yang menganggap bahwa anak belum mengerti tentang pembangunan serta rendahnya kapasitas anak merupakan sesuatu yang wajib dikoreksi. Setiap tahun Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di setiap daerah menganggarkan tak kurang dari 40 juta rupiah untuk program peningkatan kapasitas dan peran gender bagi forum anak dengan harapan mereka mampu dan sanggup menjadi anak yang kritis dalam menyampaikan pendapat mereka di hadapan para birokrat.
Ketika keberadaan Forum Anak dalam perencanaan pembangunan merupakan sebuah langkah substantif pemerintah untuk mendengarkan suara mereka, yang tak kalah penting adalah hadirnya peraturan perundang-undangan yang ramah anak dimana harus mulai ditegaskan bahwa anak bukan dijadikan korban pembangunan melainkan indikator pencapaian keberhasilan dari keberadaan program-program pembangunan pemerintah. Orientasi keterlibatan untuk semua termasuk akses informasi yang layak gencar disampaikan oleh Forum Anak setiap menyampaikan pendapat dan aspirasi mereka.
Sejalan dengan pendapat Karen Malone, Ketua Layak Anak Jaringan Asia Pasifik menyampaikan bahwa melibatkan anak dalam penyusunan program pemerintah sangat penting bagi orang dewasa untuk mempunyai pandangan yang sama bahwa anak mempunyai kompetensi dan kapasitas untuk berkontribusi pada tataran kebijakan maupun praktik untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan anak dan lingkungan yang berkualitas tercipta sesuai perspektif mereka.
Forum Anak sebagai sebuah wadah partisipasi suara anak di Indonesia membutuhkan perhatian dari pemerintah baik dari segi material maupun dukungan lainnya sehingga keterlibatan anak dalam proses pembangunan mampu terserap dengan baik dan mewujudkan Indonesia yang Layak Anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perbandingan Sistem Ekonomi

  “SISTEM EKONOMI ISLAM DALAM PERBANDINGAN  DENGAN EKONOMI KAPITALIS DAN SOSIALIS” Satryo Sasono 1 1.     Sistem Ekonomi Kapitalis Sis...